Kamis, 19 April 2012

tugas kewarganegaraan tentang politik di indonesia

Mantan Anggota KPU Masih Kuasai 29 Mobil Dinas
Sukma Indah Permana - detikNews
Jumat, 20/04/2012 12:09 WIB
Browser anda tidak mendukung iFrame


Jakarta
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sudah tidak menjabat lagi masih menyimpan mobil-mobil dinas yang pernah mereka gunakan. Hingga saat ini lebaga penyelengara pemilu itu belum bisa mengambil mobil dinas itu kembali.

"Sejak tahun 1999 masih ada 29 mobil di mantan anggota KPU, ketika diminta mereka bilangnya itu hibah," kata Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, Jumat (20/4/2012).

Hal ini diungkapkan Hafiz dalam acara serah terima jabatan anggota KPU periode 2007-2012 kepada anggota KPU baru periode 2012-2017 di lantai dua Gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Jakara Pusat.

Hafiz menyarankan anggota KPU yang baru untuk mengambil paksa atau mempidanakan mantan anggota KPU tersebut. "Tapi kalau memang tidak bisa (diambil), dihibahkan agar tidak berbebani," katanya.

Dalam acara tersebut Hafiz menyerahkan jabatannya kepada ketua KPU baru Husni Kamil Malik. Hafiz mendatangani surat serah terima jabatan kemudian bersalaman dengna Husni.













Ruhut Yakin KPK Bisa Selamatkan Partai Demokrat

Jum'at, 20 April 2012 10:06 wib
Ruhut Sitompul
Ruhut Sitompul
JAKARTA- Tersangka kasus suap proyek wisma atlet SEA Games Palembang, Muhammad Nazaruddin, akan menjalani sidang vonis hari ini di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Terkait hal itu, Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Bidang Komunikasi dan Informasi Ruhut Sitompul berharap agar hakim di Pengadilan Tipikor bisa memberikan vonis yang adil bagi mantan bendahara Partai Demokrat itu.

"Partai Demokrat percaya kepada majelis hakim terhormat bahwa mereka akan putuskan yang terbaik buat sahabat saya (Nazaruddin)," ujar Ruhut saat dihubungi wartawan di DPR, Jakarta, Jumat (20/04/2012).

Muhammad Nazaruddin dituntut hukuman 7 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Nazar terjerat dalam perkara suap Rp4,6 miliar terkait proyek senilai Rp191 miliar. Nazar dituding menerima suap yang diberikan PT Duta Graha Indah karena perusahaan tersebut mendapat proyek  berkat campur tangan Nazar.

Sementara itu, terkait dengan kasus-kasus dugaan korupsi lain yang juga melibatkan Nazaruddin, Ruhut mengatakan Partainya memercayakan semuanya pada KPK.

Kata Ruhut, Partai Demokrat yakin, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era kepemimpinan Abraham Samad ini mampu menyelamatkan partainya. "Kami yakin KPK di bawah Abraham Samad cs bisa menyelamatkan partai kami (PD) dan bisa membongkar kasus yang selama ini menjadi masalah di partai kami ini," tuturnya.

Sejumlah petinggi partai Demokrat memang kerap disebut Nazaruddin di persidangan. Di kasus Wisma Atlet, Nazar menyeret politikus Demokrat lainnya, Angelina Sondakh yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Tak hanya itu, Nazar juga menyeret nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Polisi Gerebek Industri Penampung BBM Bersubsidi
Headline
nasional - Jumat, 20 April 2012 | 02:10 WIB
Berita Terkait
http://i.inilah.com/www/delivery/lg.php?bannerid=650&campaignid=140&zoneid=353&loc=1&referer=http%3A%2F%2Fnasional.inilah.com%2Fread%2Fdetail%2F1852767%2Fpolisi-gerebek-industri-penampung-bbm-bersubsidi&cb=b158416af7

INILAH.COM, Makassar - Jajaran Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Polda Sulselbar) berhasil menggerebek dua perusahaan industri yang diduga menampung Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.


Dua perusahaan yang dimaksud adalah PT Jaya Makmur, perusahaan yang bergerak di bidang makanan ringan dan UD Bintang Mujur yang mengolah air mineral kemasan. Keduanya terletak di Jalan Salodong, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.

Kepala Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulselbar, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Dani Wiswa Wardana, di Makassar Kamis (19/4/2012) mengatakan dugaan penyelewengan BBM bersubsidi ini sudah diintai. Hingga dilakukan penggerebekan pada Rabu (19/4/2012) kemarin.

" Kami mengamankan pimpinan perusahaan yang bernama Yacobus Samuel Anakota. Dia merupakan pemilik dari dua perusahaan itu," kata Dani saat dihubungi.

Polisi mengamankan sebanyak 600 liter BBM jenis solar dan 5000 liter oli bekas yang disimpan di dalam drum tangki. Sebanyak 5000 liter oli bekas ini disita karena dinilai dapat merusak dan mencemari lingkungan.

Dani menambahkan, saat dilakukan penggerebekan, pimpinan perusahaan tidak dapat menunjukkan surat izin penampungan oli bekas dari pemerintah setempat. " Mestinya, perusahaan yang menampung dan menyimpan oli bekas harus memiliki izin," terangnya.

Kuat dugaan, solar tersebut didapatkan dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Soalnya, pemilik perusahaan tidak dapat memperlihatkan kontrak dengan pertamina mengenai BBM. " Kasusnya masih status penyelidikan. Mengenai pimpinan perusahaan masih berstatus saksi untuk diperiksa," pungkasnya. [gus]


Jum'at, 20 April 2012


Top of Form
Bottom of Form









NASIONAL - HUKUM
Jum'at, 20 April 2012 , 04:48:00


JAKARTA - Sekretaris Fraksi PAN, Teguh Juwarno meminta KPK harus mengklarifikasi dan membuktikan kebenaran pernyataan  tersangka kasus dugaan suap alokasi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) dalam APBN  2011, Wa Ode Nurhayati, yang menuding Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS, Anis Matta turut serta dalam penentuan alokasi dana itu.

”KPK harus mengklarifikasi dan tidak boleh ada tebang pilih.  Kami percaya KPK akan bertindak objektif dan independen,” ujar Teguh Juwarno di Gedung DPR, Kamis (19/4).

Teguh juga mengkritik sikap KPK yang pada kasus-kasus tertentu terlihat gamang dan tidak ada kemajuan dalam penyelidikannya, seperti kasus suap pemilihan Deputi Gubernur BI dan  Kasus Wisma Atlet yang juga belum memeriksa Angelina Sondakh dan Miranda Gultom walau sudah dijadikan tersangka beberapa bulan lalu.

”Saat ini publik banyak mempertanyakan kinerja KPK yang terkesan gamang, khususnya dalam beberapa kasus korupsi. Kasus penetapan tersangka Anggelina Sondakh dan Miranda Gultom, kenapa lambat sekali dan tidak ditindaklanjuti dengan penahanan dan penyidikan,” tegasnya.

Sedangkan Wa Ode sendiri sangat menyesalkan penyidik KPK yan tidak juga menindaklanjuti pernyataanya itu. ”Saya harap KPK juga masuk pada korupsi sistem, karena korupsi person itu terkadang hanya konspirasi jaringan mafia senayan yang terganggu dengan orang per orang,” ujar Wa Ode melalui release email yang disampaikan tim kuasa hukumnya, Kamis (19/4).

Menurut Wa Ode, langkah KPK yang tidak juga membongkar sistem permainan anggaran di DPR tidak akan bisa masuk pada totalitas perbaikan anggaran di parlemen. ”Kalau KPK memelusuri sistem  anggaran di DPR maka KPK bisa masuk pada totalitas perbaikan anggaran di parlemen,  agar bisa dihentikan dan tidak menjadi budaya sistemik, yang melahirkan korban terus menerus. Bila KPK masuk pada sistem, tentu menjadi warning bagi eksekutif dan legislatif, untuk taat prosedur. Jadi menurut hemat saya hanya dengan itu cara meminimalisir korupsi dinegeri ini,” tambahnya.

Dilanjutkan Wa Ode, yang menyalah gunakan jabatan dalam kasus DPPID tahun 2011 sesuai fakta-fakta surat menyurat adalah pimpinan Panja Tamsil Linrung, Olly dan Wakil Ketua DPR yang membidangi anggaran Anis Matta. Bukti-bukti surat menyurat yang dimaksudkannya juga sudah diserahkan ke KPK.

”Penyalahgunaan wewenangnya jelas, dan kasar. Jadi bagaimana bisa anggota yang hanya hadir rapat seperti saya, berkuasa mengalokasikan dana itu. Tahu daerah mana yang dapat dan berapa jumlahnya saja saya tidak tahu, karena data-data itu jadi rahasia pimpinan,” tegasnya.

Dituturkan Wa Ode, modus permainan yang dilakukan dengan cara menolak simulasi yang dibuat pemerintah. ”Pemerintah membuat simulasi satuan tiga, atau besaran alokasi kabupaten kota dan propinsi, sesuai dengan sistem yang dbuat dan disepakati dalam rapat panja transfer daerah.

”Dalam simulasi ini, semua kabupaten kota yang memenuhi sistem mendapat alokasi, yang tidak memenuhi kriteria, tidak mendapat alokasi. Ini simulasi yang sangat adil proporsional dari pemerintah. Namun simulasi ini kemudian ditolak para pimpinan panja daerah, yakni Tamsil dan Oli tanpa melalui rapat panja,” ungkap Wa Ode.

Kemudian, menurut Wa Ode, keduanya mengubah semua sistem yang disepakati dalam rapat panja, dan membuat alokasi hanya dengan duduk berempat diantara pimpinan banggar, karena dalam satuan tiga ilegal itu dtandatangani oleh 4 pimpinan banggar,” ujarnya lagi.

Setelah menolak simulasi pemerintah dan mengubah sistem, urai wa Ode lagi, mendadak digelar rapat internal yang dipimpin Melchias Markus Mekeng lalu menyampaikan dalam rapat kalau ia telah meminta Anis Matta untuk menyurati Menkeu RI agar menanda tangani PMK.

”Karena banggar tidak akan rapat lagi alias yang dibuat 4 pimpinan itu adalah telah final. Mereka menolak tanpa alasan, karena penolakan tanpa melibatkan forum rapat panja. Kan sudah jelas kalau ini melanggar tatib karena dalam tatib pimpinan dalam fungsi koordinasi sekalipun tidk boleh memveto rapat-rapat, karena pada intinya legitimasi masing-masing postur itu disahkan dalam rapat panja dulu, baru ke rapat badan. Tugas pimpinan hanya finalisasi, tidak boleh merubah apapun. Tapi apapun itu, saya siap jadi martir  asal KPK konsisten pada semangat pemberantasan korupsi. Tidak hanya masuk pada kreatifitas korupsi populis semata, tanpa kesimpulan, dan korupsi tetap saja merajalela, dan para calo bergentayangan di DPR,” pungkas Wa Ode mengakhiri keterangan panjang lebarnya itu.

Sebelumnya Wa Ode yang menuding Anis Matta yang juga Sekjen PKS terlibat dalam penentuan alokasi dana DPPID dengan melegitimasi keputusan pengalokasian dana DPPID itu bersama dua pimpinan Banggar DPR, yaitu Tamsil Linrung dari Fraksi PKS dan Olly Dondokambey dari Fraksi PDI-P. ”Jelas dalam proses surat-menyurat, dalam sisi administrasi, yang kemudian merugikan kepentingan daerah, dimulai dari Anis Matta. Di mana, Anis Matta cenderung memaksa meminta tanda tangan Menteri Keuangan (Menkeu) untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan rapat Banggar," tegas Wa Ode Nurhayati usai menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Rabu (18/4).

Ia pun menuding Anis Matta memaksa Menteri Keuangan untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan keputusan rapat Banggar. Langkah Anis ini tegasnya jelas telah melanggar kewenangannya sebagai Wakil Ketua DPR. “Tugas Anis Matta sebagai pimpinan DPR yang membidangi Badan Anggaran. Jadi seluruh prosedural anggaran dan pertimbangannya tentu beliau harus bertanggung jawab,” katanya di KPK. (ind)
















Koalisi Abaikan PKS hingga 2014



Friday, 20 April 2012
JAKARTA – Spekulasi mengenai sanksi terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum juga jelas. Hingga kini tiga menteri dari PKS yang sebelumnya disebut- sebut bakal diganti belum terusik.

Namun, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok menilai bahwa saat ini PKS sebenarnya sedang menjalani sanksi atas pelanggaran kontrak koalisi karena sikapnya yang membelot dari pemerintah saat paripurna terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).“Sanksinya adalah tak pernah diundang rapat hingga 2014,” beber Mubarok kepada SINDOkemarin.

Menurut dia, pengabaian terhadap PKS sudah menjadi kesepakatan bersama antarpartai koalisi. Dengan kata lain, keberadaan PKS dianggap tidak ada lagi dalam komposisi anggota koalisi pendukung pemerintah.Di situlah secara etika dan moral PKS akan menjalani sanksinya karena tidak mau tegas menyatakan mundur dari koalisi.“Memang enak dicuekin,” sindir Mubarok. Lalu bagaimana dengan keberadaan tiga menteri dari kader PKS? Mubarok tidak mau berkomentar lebih
jauh karena itu hak prerogatif presiden.

Tetapi, secara etika PKS akan menerima penilaian publik atas posisinya yang tidak jelas itu. “Mereka lagi adu tebal muka,”ujarnya. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Teguh Jjuwarno mengatakan, tidak ada sanksi tegas terhadap PKS tentu akan memancing partai koalisi lain untuk mencoba- coba berhadapan dengan pemerintah ketika ada kebijakan yang tidak populis. Karena itu,dia berharap Presiden bisa memberikan keputusan agar ada kepastian di koalisi.

“Namun, keputusan itu apa, biar Presiden yang menentukan,” ucapnya. Sekretaris Fraksi PKS DPR Abdul Hakim enggan menanggapi semua hal terkait koalisi. Dia malah menyarankan agar membicarakan tema lain jika ada yang hendak ditanyakan. Sementara itu, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto menilai,saat ini SBY dan PKS sama-sama memainkan “floating strategy”.

Mereka sama- sama mengambangkan pilihan-pilihan politik karena sama-sama tidak mau ambil risiko dari kemungkinan “turbulensi” lanjutan jika mereka mengambil opsi yang tegas. Menurut dia, SBY punya kepentingan landing dari jabatannya tanpa turbulensi berarti atau jikapun terdapat guncangan, dia masih bisa mengendalikan kekuasaan dengan cara tarik-ulur kekuatan yang ada di Setgab.

Bagi SBY, sekarang hingga 2014 akan lebih mengutamakan landing dengan selamat. “Nah ‘floating strategy’ ini terlihat dari sejak paripurna hingga sekarang, publik tidak pernah mendapatkan pilihan tegas sikap SBY menyangkut eksistensi PKS di koalisi,”katanya. Sementara bagi PKS, kata dia,

“floating strategy” ini tentu digunakan karena PKS mengetahui benar karakteristik kepemimpinan SBY yang tidak suka di luar “zona nyaman kekuasaan”. PKS akan menunggu posisi politik dikeluarkan daripada sukarela keluar dari koalisi karena posisi dikeluarkan akan menjadi isu seksi untuk rahmat
_dikapitalisasi bagi “political marketing” PKS menuju 2014.